Pembelajaran di konteks masa pandemi ini tentunya membawa dampak positif dan negatif bagi murid. Di satu sisi, kita patut bersyukur oleh karena keterampilan literasi digital yang terus berkembang oleh karena pembelajaran daring ini. Tetapi, di sisi lain, situasi kelas online juga membawa satu masalah nyata, yakni pembelajaran yang beralih fokus menjadi transfer informasi oleh karena kesulitan bertemu secara langsung atau tatap muka.
Tentu kita tidak ingin ini terus terjadi, bukan? Oleh karena itu, di artikel ini akan dibahas mengenai 3 tahap impelementasi pendekatan pembelajaran berbasis proyek oleh karena pendekatan ini dapat menyelesaikan masalah di atas dan mencegah dampak buruk tersebut terjadi dalam kehidupan para murid. Bagaimana itu? Simak penjelasan lengkap di bawah ini.
Definisi dan Manfaat
Pembelajaran berbasis proyek (dalam Bahasa Inggris: “project-based learning;” singkata: “PjBL”) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran. Seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya, pendekatan merupakan payung yang lebih besar dari strategi dan metode pembelajaran sehingga pemilihan pendekatan pembelajaran akan berpengaruh juga pada penggunaan strategi dan metode pembelajaran yang spesifik.
Manfaat dari pendekatan PjBL, yakni: (1) melatih kemandirian murid dalam menyelesaikan tanggung jawab; (2) mengembangkan keterampilan berkomunikasi; (3) mengasah keterampilan penyelesaian masalah; serta (4) mengembangkan sikap pengabdian masyarakat (yang didukung oleh penyelesaian masalah riil dalam PjBL).
Fakta-fakta unik tentang pendekatan PjBL seperti: (1) ia serumpun dengan pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri dan pembelajaran berbasis masalah; (2) diguanakan dengan lebih intens dalam Kurikulum Merdeka (dahulu: Kurikulum Prototipe) yang mulai wajib diterapkan pada tahun ajaran 2024-2025 mendatang.
Cakupan Tema Proyek
Dalam pendekatan PjBL, terdapat dua tujuan umum yang bisa dipilih guru, yakni (1) untuk menghasilkan produk (yang idealnya merupakan solusi yang dibutuhkan oleh masyarakat akan suatu masalah riil yang terjadi); atau (2) penjawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kompleks.
Misalkan, jika guru memilih tujuan yang pertama, contoh tema proyek yang bisa diangkat adalah pembuatan proyek NFT di konteks SMA yang juga relevan dengan tren sekarang. Melalui proyek ini, akan ada banyak keterampilan murid yang bisa digunakan, dan jika memungkinkan, akan ada nilai jual dari produk yang dihasilkan pada proyek ini.
Selanjutnya, dalam tujuan umum yang kedua, guru perlu merumuskan terlebih dahulu pertanyaan kompleks (bisa satu atau lebih) yang akan menjadi pusat dari pembelajaran. Dalam artian pertanyaan ini harus terjawab melalui setiap proses pembelajaran yang terjadi. Selain itu, dalam produk akhir pembelajaran, terdapat juga jawaban dari pertanyaan kompleks ini, baik secara implisit maupun eksplisit.
Contoh-contoh Proyek
Bagaimana contoh-contoh proyek nyata yang bisa dilakukan? Di kelas 1, murid bisa melakukan proyek memperkenalkan keluarga dengan melakukan wawancara sederhana kepada anggota di rumah. Selanjutnya, di kelas 6, pada topik ASEAN, murid bisa membuat video dokumenter mengenai kondisi ASEAN sebelum dan sesudah pandemi.
Perlu diingat bahwa jika guru memilih tujuan yang pertama, proyek-proyek harus memiliki karakteristik berikut: (1) menjadikan proyek sebagai media utama pembelajaran; (2) kebutuhan murid untuk berkolaborasi; serta (3) relevan atau kontekstual dengan kehidupan para murid.
Tetapi, jika memilih tujuan yang kedua, beberapa karakteristik yang dapat kita temui seperti: (1) identifikasi masalah dalam kehidupan sehari-hari; (2) PjBL sebagai sarana pengembangan keterampilan penyelesaian masalah murid; serta (3) hasil akhir berupa produk.
Tahap 1: Penentuan Tujuan
Penentuan tujuan adalah tahap dimana guru menentukan hasil akhir yang akan dicapai oleh murid. Dengan menentukan tujuan, guru dapat memiliki tujuan jangka panjang yang jelas sehingga akan berakibat juga lebih mudah dalam menentukan tujuan jangka pendek.
Dari mana guru bisa menentukan tujuan ini? Ada berbagai sumber. Pertama, guru bisa mengacu pada Profil Pelajar Pancasila yang telah disusun oleh pemerintah baru-baru ini. Kedua, guru juga bisa mengacu pada Kompetensi Inti 3 dan 4 (kognitif dan psikomotor). Selain itu, bisa juga kepada tujuan global yang tercantum dalam Sustainability Development Goals (SDGs).
Tahap 2: Perincian Asesmen
Selanjutnya, setelah tujuan sudah ditentukan, guru dapat merancang produk akhir yang akan dihasilkan oleh murid. Ini akan sangat membantu guru dalam menjelaskan ekspektasi pembelajaran kepada murid. Selain itu, produk ini juga bersifat konkrit sehingga dapat dipahami dengan lebih mudah oleh murid.
Contoh produk, misalkan, dapat berupa video wawancara murid dengan anggota keluarga di rumah. Guru perlu menentukan kriteria penilaiannya, seperti berapa lama durasi video, apa saja isi video, bagaimana ekspektasi teknis penyuntingan video, serta bagaimana ekspresi serta sikap tubuh selama melakukan wawancara.
Tahap 3: Perencanaan Instruksional
Perencanaan instruksional merupakan tahap terakhir dari perencanaan pendekatan PjBL. Secara sederhana, dalam tahap ini, perencanaan detail mengenai proses kegiatan belajar mengajar akan dilakukan. Manfaatnya adalah guru memiliki rencana jelas, baik dalam jangka pendek maupun panjang, mengenai bagaimana harus membawakan materi pelajaran kepada murid.
Di dalam tahap ini, hal-hal yang bisa dirancangkan adalah seperti: (1) linimasa pembelajaran dari awal hingga akhir; (2) strategi pembelajarna yang akan digunakan; (3) metode-metode mengajar; serta (4) cakupan materi secara keseluruhan, mingguan, serta harian.
Harapannya, artikel ini dapat menolong kamu dalam mengimplementasikan PjBL di kelas online ya. Jika ada yang ingin ditanyakan, silahkan sampaikan melalui kolom komentar. Bagikan juga artikel ini kepada teman-teman guru yang membutuhkan ya, sebab berbagi itu gratis.